ni kisah anak solehah...
subhanallah...
hati ni teringin nak jadi macam ni...
tapi bila...
Insyaallah...
kita berdoa harap2 kita diberi peluang, hidayah dan iman sekuat ini..amin...
Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di celah burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia memberitahu ku bahawa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ayahku tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang maksud mimpi tersebut.
Kemudian, aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang solehah sejak kecil. Dia tidak pernah mahu mengenakan seluar, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan gaun pendek padanya, maka dia juga akan memakai seluar panjang.
Afnan sentiasa menjauhkan diri dari perkara yang dimurkai Allah. Ketika kanak-kanak dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, menjaga sholatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia meningkat remaja, mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma’ruf dan senantiasa menjaga maruah dan auratnya.
Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berbangsa Sri Lanka.
Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mengambil seorang pembantu untuk mengasuhnya ketika ketiadaanku, kerana aku adalah seorang karyawan. Dia beragama nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahawa pembantu tersebut bukan seorang muslim, dia marah dan mendatangiku lalu berkata: “Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan mengasuh adikku, sedangkan dia adalah wanita kafir?! Aku bersedia untuk berhenti sekolah, dan menjaga ibu dan adik selama 24 jam, dan janganlah menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!”
Aku tidak memperdulikannya, kerana memang keperluan terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan sambil berkata: “Mama, aku sekarang menjadi seorang muslimah, kerana jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam.” Maka akupun sangat gembira mendengar khabar baik ini.
Pada satu ketika, pakciknya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan meredhakannya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan bersetuju atas desakan pakciknya itu, dan juga kerana Afnan sangat mencintai pakciknya itu.
Afnan bersiap untuk menghadiri pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah menghadiri pernikahan pakciknya, Afnan diserang penyakit kanser tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: “Sakit ringan di kakiku.”
Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: “Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah.”
Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.
Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang doktor berbangsa Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penterjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.
Doktor memberitahu kami yang Afnan terkena serangan penyakit kanser di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimo yang akan menggugurkan seluruh rambut . Akupun terkejut dengan berita ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui berita tersebut dia sangat gembira dan berkata “Alhamdulillah… alhamdulillah… alhamdulillah.” Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: “Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku.”
Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan keadaan tercengang!!
Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penterjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berubat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum Afnan memulai pengubatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta gunting untuk memotong rambutnya sebelum gugur akibat pengubatan. Dia menolak dengan keras. Aku cuba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak seraya berkata: “Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku.”
Kami (aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika . Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang doktor wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia boleh berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: “Apakah engkau seorang muslimah?” Dia menjawab: “Tidak.”
Afnanpun meminta kepadanya untuk pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Doktor wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu doktor wanita itu menghampiriku sambil kedua matanya berlinangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui Afnan.
Di Amerika, mereka memberitahu bahawa tidak ada ubat baginya kecuali memotong kakinya,karena ditakuti kanser tersebut akan merebak sampai ke paru-paru dan akan mematikannya. Tetapi Afnan sama sekali tidak takut, yang dia takutinya adalah perasaan kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah seorang temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: “Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk memotong kakiku?” Maka dia cuba untuk menenangkannya dengan mencadangkan kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: “Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna. ” Temanku tersebut berkata: “Sesungguhnya setelah jawapan Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh fikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, iaitu bagaimana nanti dia akan mati.”
Kamipun kembali ke Saudi setelah pembedahan kaki Afnan, dan tiba-tiba kanser telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya sungguh kritikal, lalu mereka meletakkannya di atas ranjang, dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wuduk dan sholat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir Afnan, para doktor memaklumkan kami bahawa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.
Pada suatu hari, isteri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan bimbang terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.
Dia berkata: “Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat.”
Kukatakan: “(Mimpi) yang baik Insya Allah. ”
Dia berkata: “Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi.”
Akupun bertanya kepadanya: “Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut.”
Dia menjawab: “Aku menyangka, bila aku meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatiku, dan bersedih atas pemergianku.”
Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatinya, akupun bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: “Ummi, dekatlah kepadaku, aku ingin menciummu.” Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: “Aku ingin mencium pipimu yang kedua .” Akupun dekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: “Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah.”
Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallaah.” Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” Dan keluarlah rohnya.
Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun menyembur kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil ‘aalamin.
No comments:
Post a Comment