ni kisah anak solehah...
subhanallah...
hati ni teringin nak jadi macam ni...
tapi bila...
Insyaallah...
kita berdoa harap2 kita diberi peluang, hidayah dan iman sekuat ini..amin...
Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di celah burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia memberitahu ku bahawa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ayahku tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang maksud mimpi tersebut.
Kemudian, aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang solehah sejak kecil. Dia tidak pernah mahu mengenakan seluar, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan gaun pendek padanya, maka dia juga akan memakai seluar panjang.
Afnan sentiasa menjauhkan diri dari perkara yang dimurkai Allah. Ketika kanak-kanak dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, menjaga sholatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia meningkat remaja, mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma’ruf dan senantiasa menjaga maruah dan auratnya.
Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berbangsa Sri Lanka.
Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mengambil seorang pembantu untuk mengasuhnya ketika ketiadaanku, kerana aku adalah seorang karyawan. Dia beragama nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahawa pembantu tersebut bukan seorang muslim, dia marah dan mendatangiku lalu berkata: “Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan mengasuh adikku, sedangkan dia adalah wanita kafir?! Aku bersedia untuk berhenti sekolah, dan menjaga ibu dan adik selama 24 jam, dan janganlah menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!”
Aku tidak memperdulikannya, kerana memang keperluan terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan sambil berkata: “Mama, aku sekarang menjadi seorang muslimah, kerana jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam.” Maka akupun sangat gembira mendengar khabar baik ini.
Pada satu ketika, pakciknya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan meredhakannya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan bersetuju atas desakan pakciknya itu, dan juga kerana Afnan sangat mencintai pakciknya itu.
Afnan bersiap untuk menghadiri pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah menghadiri pernikahan pakciknya, Afnan diserang penyakit kanser tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: “Sakit ringan di kakiku.”
Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: “Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah.”
Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.
Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang doktor berbangsa Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penterjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.
Doktor memberitahu kami yang Afnan terkena serangan penyakit kanser di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimo yang akan menggugurkan seluruh rambut . Akupun terkejut dengan berita ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui berita tersebut dia sangat gembira dan berkata “Alhamdulillah… alhamdulillah… alhamdulillah.” Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: “Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku.”
Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan keadaan tercengang!!
Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penterjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berubat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum Afnan memulai pengubatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta gunting untuk memotong rambutnya sebelum gugur akibat pengubatan. Dia menolak dengan keras. Aku cuba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak seraya berkata: “Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku.”
Kami (aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika . Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang doktor wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia boleh berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: “Apakah engkau seorang muslimah?” Dia menjawab: “Tidak.”
Afnanpun meminta kepadanya untuk pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Doktor wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu doktor wanita itu menghampiriku sambil kedua matanya berlinangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui Afnan.
Di Amerika, mereka memberitahu bahawa tidak ada ubat baginya kecuali memotong kakinya,karena ditakuti kanser tersebut akan merebak sampai ke paru-paru dan akan mematikannya. Tetapi Afnan sama sekali tidak takut, yang dia takutinya adalah perasaan kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah seorang temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: “Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk memotong kakiku?” Maka dia cuba untuk menenangkannya dengan mencadangkan kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: “Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna. ” Temanku tersebut berkata: “Sesungguhnya setelah jawapan Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh fikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, iaitu bagaimana nanti dia akan mati.”
Kamipun kembali ke Saudi setelah pembedahan kaki Afnan, dan tiba-tiba kanser telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya sungguh kritikal, lalu mereka meletakkannya di atas ranjang, dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wuduk dan sholat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir Afnan, para doktor memaklumkan kami bahawa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.
Pada suatu hari, isteri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan bimbang terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.
Dia berkata: “Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat.”
Kukatakan: “(Mimpi) yang baik Insya Allah. ”
Dia berkata: “Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi.”
Akupun bertanya kepadanya: “Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut.”
Dia menjawab: “Aku menyangka, bila aku meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatiku, dan bersedih atas pemergianku.”
Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatinya, akupun bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: “Ummi, dekatlah kepadaku, aku ingin menciummu.” Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: “Aku ingin mencium pipimu yang kedua .” Akupun dekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: “Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah.”
Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallaah.” Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” Dan keluarlah rohnya.
Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun menyembur kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil ‘aalamin.
Cinta, kalau bahasanya hati itulah cinta hakiki.. Kasih, jika dasarnya Rabbi itulah kasih sejati.. cinta ini pasti diuji kerana itu sudah tradisi janji.. cintailah pemberi nikmat dan jangan hanya engkau cintai nikmat yang diberikan..
Saturday, July 24, 2010
Friday, July 23, 2010
kasih sayang...
kisah ini sebenarnya saya salin dr salah satu blog yang saya lawat...
subhanallah...syahdunya...
jom kita sama2 hayati...
Aku cuma ada seorang adik. Usianya tiga tahun lebih muda daripada
aku. Suatu hari, untuk mendapatkan sehelai sapu tangan yang
menjadi keperluan anak gadis ketika itu, aku ambil 50 sen dari poket
seluar ayah.
Petang itu, pulang saja dari sekolah - ayah memanggil kami berdua.
Dia meminta aku dan adik berdiri di tepi dinding. Aku menggeletar
melihat rotan panjang sedepa di tangan ayah.
"Siapa ambil duit ayah?" tanya ayah bagai singa lapar.
Aku langsung tidak berdaya menentang renungan tajam mata
ayah. Kedua-dua kami membisu,cuma tunduk memandang lantai.
"Baik,kalau tak mengaku,dua-dua ayah rotan!" sambung ayah
sambil mengangkat tangan untuk melepaskan pukulan sulungnya ke belakang
aku.
Tiba-tiba, adik menangkap tangan ayah dengan kedua-dua belah
tangannya sambil berkata, "Saya yang ambil!"
Belum sempat adik menarik nafas selepas mengungkapkan kata-kata
itu, hayunan dan balunan silih berganti menghentam tubuh adik. Aku
gamam,lidah kelu untuk bersuara. Walau perit menahan sakit, setitis pun
airmata adik tak tumpah.
Setelah puas melihat adik terjelepok di lantai, ayah merungut:
"Kamu sudah mula belajar mencuri di rumah sendiri. Apakah lagi
perbuatan kamu yang akan memalukan ayah di luar kelak?"
Malam itu, emak dan aku tak lepas-lepas mendakap adik.
Belakangnya yang berbirat dipenuhi calar-balar cuba kami ubati. Namun
adik cukup tabah. Setitis pun air matanya tidak mengiringi
kesakitan yang mencucuk-cucuk.
Melihat keadaan itu, aku meraung sekuat hati, kesal dengan sikap
aku yang takut berkata benar.
Adik segera menutup mulutku dengan kedua-dua belah tangannya
lalu berkata,"Jangan menangis kak,semuanya dah berlalu!"
Aku mengutuk diri sendiri kerana tidak mampu membela adik.
Tahun bersilih ganti, peristiwa adik dibelasah kerana mempertahankan
aku bagaikan baru semalam berlaku. Adik mendapat tawaran
belajar ke sekolah berasrama penuh dan aku pula ditawarkan menyambung
pelajaran ke peringkat pra-universiti.
Malam itu ayah duduk di bawah cahaya lampu minyak tanah bersama ibu
di ruang tamu. Aku terdengar ayah berkata, "Zah, kedua-dua anak kita
cemerlang dalam pelajaran. Abang bangga sekali!"
"Tapi apalah maknanya bang...!" aku terdengar ibu teresak-esak.
"Dimana kita nak cari duit membiayai mereka?"
Ketika itulah adik keluar dari biliknya. Dia berdiri di depan ayah
dan ibu.
"Ayah,saya tak mahu ke sekolah lagi!"
Perlahan-lahan ayah bangun, membetulkan ikatan kain pelekatnya
dan merenung wajah emak,kemudian wajah adik dalam-dalam.
Panggggg....sebuah penampar singgah di pipi adik. Seperti biasa
yang mampu aku lakukan ialah menutup muka dan menangis.
"Kenapa kamu ni?Tahu tak,kalau ayah terpaksa mengemis kerana
persekolahan kamu, ayah akan lakukan!"
"Orang lelaki kena bersekolah. Kalau tak, dia takkan dapat
membawa keluarganya keluar daripada kemiskinan," aku memujuk adik
tatkala menyapu minyak pada pipinya yang bengkak.
"Kakak perempuan...biarlah kakak yang berhenti."
Tiada siapa yang menyangka, dinihari itu adik tiada dibiliknya.
Dia membawa bersamanya beberapa helai baju lusuh yang dia ada. Di
atas pangkin tempat dia lelapkan mata, terdapat sehelai kertas yang
tercatat.....
"Kak...untuk dapat peluang ke universiti bukannya mudah. Saya
cari kerja dan akan kirim wang buat akak."
Apa lagi yang saya tahu selain meraung. Ayah termenung, jelas
dia cukup kecewa. Begitu juga emak yang menggunakan air matanya
memujuk ayah.
Suatu petang ketika berehat di asrama, teman sebilik menerpa:
"Ada pemuda kampung tunggu kau kat luar!"
"Pemuda kampung?" bisikku. "Siapa?"
Tergesa-gesa aku keluar bilik. Dari jauh aku nampak adik
berdiri dengan pakaian comotnya yang dipenuhi lumpur dan simen. "Kenapa
sebut orang kampung, sebutlah adik yang datang!"
Sambil tersenyum dia menjawab, "Akak lihatlah pakaian adik ni.
Apa yang akan kawan-kawan akak kata kalau mereka tahu saya adik kakak?"
Jantungku terasa berhenti berdenyut mendengarkan jawapannya. Aku
cukup tersentuh. Tanpa sedar, air jernih mengalir di pipi. Aku
kibas-kibas bebutir pasir dan tompokan simen pada pakaian adik.
Dalam suara antara dengar dan tidak, aku bersuara, "Akak tak
peduli apa orang lain kata."
Dari kocek seluarnya, adik keluarkan sepit rambut berbentuk
kupu-kupu.Dia mengenakan pada rambutku sambil berkata, "Kak, saya tengok
ramai gadis pakai sepit macam ni, saya beli satu untuk akak."
Aku kaku. Sepatah kata pun tak terucap. Aku rangkul adik dan dadanya
dibasahi air mataku yang tak dapat ditahan-tahan.
Tamat semester, aku pulang ke kampung sementara menunggu konvokesyen.
Aku lihat tingkap dan dinding rumah bersih, tak seperti selalu.
"Emak,tak payahlah kerja teruk-teruk bersihkan rumah sambut saya balik."
"Adik kamu yang bersihkan. Dia pulang kelmarin. Habis tangannya
luka-luka."
Aku menerpa ke biliknya. Cantik senyum adik. Kami berdakapan.
"Sakit ke?" aku bertanya tatkala memeriksa luka pada tangannya.
"Tak....Kak tahu, semasa bekerja sebagai buruh kontrak, kerikil
dan serpihan simen jatuh seperti hujan menimpa tubuh saya sepanjang
masa.
Kesakitan yang dirasa tidak dapat menghentikan usaha saya untuk
bekerja keras."
Apalagi...aku menangis seperti selalu.
Aku berkahwin pada usia menginjak 27 tahun. Suamiku seorang usahawan
menawarkan jawatan pengurus kepada adik.
"Kalau adik terima jawatan tu, apa kata orang lain?" kata adik.
"Adik takde pelajaran. Biarlah adik bekerja dengan kelulusan yang adik
ada."
"Adik tak ke sekolah pun kerana akak." kata ku memujuk.
"Kenapa sebut kisah lama, kak?" katanya ringkas, cuba menyembunyikan
kesedihannya.
Adik terus tinggal di kampung dan bekerja sebagai petani setelah
ayah tiada. Pada majlis perkahwinannya dengan seorang gadis
sekampung, juruacara majlis bertanya, "Siapakah orang yang paling anda
sayangi?"
Spontan adik menjawab, "Selain emak, kakak saya...."katanya lantas
menceritakan suatu kisah yang langsung tidak ku ingati.
"Semasa sama-sama bersekolah rendah, setiap hari kami berjalan kaki
ke sekolah.Suatu hari tapak kasut saya tertanggal. Melihat saya hanya
memakai kasut sebelah, kakak membuka kasutnya dan memberikannya pada
saya. Dia berjalan dengan sebelah kasut. Sampai di rumah saya lihat
kakinya berdarah sebab tertikam tunggul dan calar-balar."
"Sejak itulah saya berjanji pada diri sendiri. Saya akan lakukan
apa saja demi kebahagiaan kakak saya itu. Saya berjanji akan
menjaganya sampai bila-bila."
Sebaik adik tamat bercerita, aku meluru ke pelamin, mendakap
adik sungguh-sungguh sambil meraung bagaikan diserang histeria.
subhanallah...syahdunya...
jom kita sama2 hayati...
Aku cuma ada seorang adik. Usianya tiga tahun lebih muda daripada
aku. Suatu hari, untuk mendapatkan sehelai sapu tangan yang
menjadi keperluan anak gadis ketika itu, aku ambil 50 sen dari poket
seluar ayah.
Petang itu, pulang saja dari sekolah - ayah memanggil kami berdua.
Dia meminta aku dan adik berdiri di tepi dinding. Aku menggeletar
melihat rotan panjang sedepa di tangan ayah.
"Siapa ambil duit ayah?" tanya ayah bagai singa lapar.
Aku langsung tidak berdaya menentang renungan tajam mata
ayah. Kedua-dua kami membisu,cuma tunduk memandang lantai.
"Baik,kalau tak mengaku,dua-dua ayah rotan!" sambung ayah
sambil mengangkat tangan untuk melepaskan pukulan sulungnya ke belakang
aku.
Tiba-tiba, adik menangkap tangan ayah dengan kedua-dua belah
tangannya sambil berkata, "Saya yang ambil!"
Belum sempat adik menarik nafas selepas mengungkapkan kata-kata
itu, hayunan dan balunan silih berganti menghentam tubuh adik. Aku
gamam,lidah kelu untuk bersuara. Walau perit menahan sakit, setitis pun
airmata adik tak tumpah.
Setelah puas melihat adik terjelepok di lantai, ayah merungut:
"Kamu sudah mula belajar mencuri di rumah sendiri. Apakah lagi
perbuatan kamu yang akan memalukan ayah di luar kelak?"
Malam itu, emak dan aku tak lepas-lepas mendakap adik.
Belakangnya yang berbirat dipenuhi calar-balar cuba kami ubati. Namun
adik cukup tabah. Setitis pun air matanya tidak mengiringi
kesakitan yang mencucuk-cucuk.
Melihat keadaan itu, aku meraung sekuat hati, kesal dengan sikap
aku yang takut berkata benar.
Adik segera menutup mulutku dengan kedua-dua belah tangannya
lalu berkata,"Jangan menangis kak,semuanya dah berlalu!"
Aku mengutuk diri sendiri kerana tidak mampu membela adik.
Tahun bersilih ganti, peristiwa adik dibelasah kerana mempertahankan
aku bagaikan baru semalam berlaku. Adik mendapat tawaran
belajar ke sekolah berasrama penuh dan aku pula ditawarkan menyambung
pelajaran ke peringkat pra-universiti.
Malam itu ayah duduk di bawah cahaya lampu minyak tanah bersama ibu
di ruang tamu. Aku terdengar ayah berkata, "Zah, kedua-dua anak kita
cemerlang dalam pelajaran. Abang bangga sekali!"
"Tapi apalah maknanya bang...!" aku terdengar ibu teresak-esak.
"Dimana kita nak cari duit membiayai mereka?"
Ketika itulah adik keluar dari biliknya. Dia berdiri di depan ayah
dan ibu.
"Ayah,saya tak mahu ke sekolah lagi!"
Perlahan-lahan ayah bangun, membetulkan ikatan kain pelekatnya
dan merenung wajah emak,kemudian wajah adik dalam-dalam.
Panggggg....sebuah penampar singgah di pipi adik. Seperti biasa
yang mampu aku lakukan ialah menutup muka dan menangis.
"Kenapa kamu ni?Tahu tak,kalau ayah terpaksa mengemis kerana
persekolahan kamu, ayah akan lakukan!"
"Orang lelaki kena bersekolah. Kalau tak, dia takkan dapat
membawa keluarganya keluar daripada kemiskinan," aku memujuk adik
tatkala menyapu minyak pada pipinya yang bengkak.
"Kakak perempuan...biarlah kakak yang berhenti."
Tiada siapa yang menyangka, dinihari itu adik tiada dibiliknya.
Dia membawa bersamanya beberapa helai baju lusuh yang dia ada. Di
atas pangkin tempat dia lelapkan mata, terdapat sehelai kertas yang
tercatat.....
"Kak...untuk dapat peluang ke universiti bukannya mudah. Saya
cari kerja dan akan kirim wang buat akak."
Apa lagi yang saya tahu selain meraung. Ayah termenung, jelas
dia cukup kecewa. Begitu juga emak yang menggunakan air matanya
memujuk ayah.
Suatu petang ketika berehat di asrama, teman sebilik menerpa:
"Ada pemuda kampung tunggu kau kat luar!"
"Pemuda kampung?" bisikku. "Siapa?"
Tergesa-gesa aku keluar bilik. Dari jauh aku nampak adik
berdiri dengan pakaian comotnya yang dipenuhi lumpur dan simen. "Kenapa
sebut orang kampung, sebutlah adik yang datang!"
Sambil tersenyum dia menjawab, "Akak lihatlah pakaian adik ni.
Apa yang akan kawan-kawan akak kata kalau mereka tahu saya adik kakak?"
Jantungku terasa berhenti berdenyut mendengarkan jawapannya. Aku
cukup tersentuh. Tanpa sedar, air jernih mengalir di pipi. Aku
kibas-kibas bebutir pasir dan tompokan simen pada pakaian adik.
Dalam suara antara dengar dan tidak, aku bersuara, "Akak tak
peduli apa orang lain kata."
Dari kocek seluarnya, adik keluarkan sepit rambut berbentuk
kupu-kupu.Dia mengenakan pada rambutku sambil berkata, "Kak, saya tengok
ramai gadis pakai sepit macam ni, saya beli satu untuk akak."
Aku kaku. Sepatah kata pun tak terucap. Aku rangkul adik dan dadanya
dibasahi air mataku yang tak dapat ditahan-tahan.
Tamat semester, aku pulang ke kampung sementara menunggu konvokesyen.
Aku lihat tingkap dan dinding rumah bersih, tak seperti selalu.
"Emak,tak payahlah kerja teruk-teruk bersihkan rumah sambut saya balik."
"Adik kamu yang bersihkan. Dia pulang kelmarin. Habis tangannya
luka-luka."
Aku menerpa ke biliknya. Cantik senyum adik. Kami berdakapan.
"Sakit ke?" aku bertanya tatkala memeriksa luka pada tangannya.
"Tak....Kak tahu, semasa bekerja sebagai buruh kontrak, kerikil
dan serpihan simen jatuh seperti hujan menimpa tubuh saya sepanjang
masa.
Kesakitan yang dirasa tidak dapat menghentikan usaha saya untuk
bekerja keras."
Apalagi...aku menangis seperti selalu.
Aku berkahwin pada usia menginjak 27 tahun. Suamiku seorang usahawan
menawarkan jawatan pengurus kepada adik.
"Kalau adik terima jawatan tu, apa kata orang lain?" kata adik.
"Adik takde pelajaran. Biarlah adik bekerja dengan kelulusan yang adik
ada."
"Adik tak ke sekolah pun kerana akak." kata ku memujuk.
"Kenapa sebut kisah lama, kak?" katanya ringkas, cuba menyembunyikan
kesedihannya.
Adik terus tinggal di kampung dan bekerja sebagai petani setelah
ayah tiada. Pada majlis perkahwinannya dengan seorang gadis
sekampung, juruacara majlis bertanya, "Siapakah orang yang paling anda
sayangi?"
Spontan adik menjawab, "Selain emak, kakak saya...."katanya lantas
menceritakan suatu kisah yang langsung tidak ku ingati.
"Semasa sama-sama bersekolah rendah, setiap hari kami berjalan kaki
ke sekolah.Suatu hari tapak kasut saya tertanggal. Melihat saya hanya
memakai kasut sebelah, kakak membuka kasutnya dan memberikannya pada
saya. Dia berjalan dengan sebelah kasut. Sampai di rumah saya lihat
kakinya berdarah sebab tertikam tunggul dan calar-balar."
"Sejak itulah saya berjanji pada diri sendiri. Saya akan lakukan
apa saja demi kebahagiaan kakak saya itu. Saya berjanji akan
menjaganya sampai bila-bila."
Sebaik adik tamat bercerita, aku meluru ke pelamin, mendakap
adik sungguh-sungguh sambil meraung bagaikan diserang histeria.
Saturday, July 10, 2010
ujian ALLAH itu mematangkan..
bismillahirrahmanirrahim...
redha..
istilah tepat bagi perjalanan pengembara pada hari ini..
saya berdepan pelbagai masalah manusia...
dari sekecil-kecil masalah..
hingga yang merumitkan..
Subhanallah..
tapi, saya lebih tertarik dengan topik utama yang dibincangkan hari ni..
dan permasalahan ini memerlukan satu jalan sebagai penyelesaian,..
redha!!...
saya mulanya tertarik dengan persoalan jodoh seorang sahabat...
hatinya pedih tatkala apa yang dirancang dibatalkan mentah-mentah..
malahan, dia dipaksa pula mengikut perancangan yang lain..
perancangan dari keluarga yang secara tiba-tiba..
perancangan yang sememangnya tersimpang jauh dari perancangan asal..
ya,..dia kecewa..dia sedih..dia memberontak pada mulanya..
tapi, saya jadi kagum...
dia hanya tersenyum...Subhanallah...
dia sedar batas sebagai seorang anak..anak perempuan pula...
yang nikahnya, berwalikan bapanya..
dia kini hanya mampu berdoa..
moga2 apa yang terjadi selepas ini sememangnya yang terbaik untuknya...
mengharap Allah membuka pintu hatinya menerima..
dan sentiasa memohon pada Pencipta supaya memudahkan segala urusannya..
dan menunjukkan padanya jalan terbaik..
Subhanallah..
dan dalam kekalutan itu pula,dia diuji lagi..
diuji lagi dengan kegagalannya dalam peperiksaan semester akhir...
Allahuakbar..dia tetap tersenyum...
menganggap semua itu terkandung hikmah disebaliknya..
malah dia berbangga..kerana Allah s.w.t. memilih dirinya untuk diuji sebegitu rupa...
dan menerima semua ujian itu sebagai tanda kasih Allah padanya..
saya kagum...saya kagum pada kebesaran Allah...
betapa Dia bisa mengurniakan kekuatan pada hati lembut seorang wanita seperti dia..
Ya Allah...aku doakan agar sahabat ku ini mendapat khabar berita gembira tentang kehidupannya di akhirat kelak..Insyaallah..amin...
ya, redha..!! itulah jawapan dan kata kunci hatinya..
Subhanallah..agungya penciptaan Mu...
redha..
istilah tepat bagi perjalanan pengembara pada hari ini..
saya berdepan pelbagai masalah manusia...
dari sekecil-kecil masalah..
hingga yang merumitkan..
Subhanallah..
tapi, saya lebih tertarik dengan topik utama yang dibincangkan hari ni..
dan permasalahan ini memerlukan satu jalan sebagai penyelesaian,..
redha!!...
saya mulanya tertarik dengan persoalan jodoh seorang sahabat...
hatinya pedih tatkala apa yang dirancang dibatalkan mentah-mentah..
malahan, dia dipaksa pula mengikut perancangan yang lain..
perancangan dari keluarga yang secara tiba-tiba..
perancangan yang sememangnya tersimpang jauh dari perancangan asal..
ya,..dia kecewa..dia sedih..dia memberontak pada mulanya..
tapi, saya jadi kagum...
dia hanya tersenyum...Subhanallah...
dia sedar batas sebagai seorang anak..anak perempuan pula...
yang nikahnya, berwalikan bapanya..
dia kini hanya mampu berdoa..
moga2 apa yang terjadi selepas ini sememangnya yang terbaik untuknya...
mengharap Allah membuka pintu hatinya menerima..
dan sentiasa memohon pada Pencipta supaya memudahkan segala urusannya..
dan menunjukkan padanya jalan terbaik..
Subhanallah..
dan dalam kekalutan itu pula,dia diuji lagi..
diuji lagi dengan kegagalannya dalam peperiksaan semester akhir...
Allahuakbar..dia tetap tersenyum...
menganggap semua itu terkandung hikmah disebaliknya..
malah dia berbangga..kerana Allah s.w.t. memilih dirinya untuk diuji sebegitu rupa...
dan menerima semua ujian itu sebagai tanda kasih Allah padanya..
saya kagum...saya kagum pada kebesaran Allah...
betapa Dia bisa mengurniakan kekuatan pada hati lembut seorang wanita seperti dia..
Ya Allah...aku doakan agar sahabat ku ini mendapat khabar berita gembira tentang kehidupannya di akhirat kelak..Insyaallah..amin...
ya, redha..!! itulah jawapan dan kata kunci hatinya..
Subhanallah..agungya penciptaan Mu...
Friday, July 2, 2010
Salam perkenalan...
Bismillahirrahmanirrahim...
alhamdulillah..Allah memberi sy ruang dan kesempatan utk membina blog ini..
tujuan terciptanya blog ini bukan lah sekadar utk menunjuk-nunjuk, ataupun utk menghabiskan masa..tapi sebagai salah satu ruang atau medan utk kita sama2 berkongsi pengetahuan di atas bumi Tuhan ini, Insyaallah...
saya ini hanya makhluk Allah yg masih mencari-cari sinar dalam hidup ini..mencari di mana letaknya tangkai hati yang selalu tunduk dan patuh pada Allah, mencari sehampar iman yang sentiasa redha terhadap qada' dan qadarNya..
Insyaallah..
blog ini sebagai salah satu cara untuk saya dan sahabat2 sama2 belajar dan mengembara mencari kebenaran..
jadi, ringan2kan lah diri sahabat untuk berkongsi perkara2 yang baik,..untuk kita sama2 belajar dan bermuhasabah diri..syukran,..
oh, sebelum terlupa,..!
~MUHASABAH CINTA~ itu bukanlah bermaksud saya mencari cinta di sini...
emm..ya!! saya mencari cinta!!
Cinta pada Allah Maha Esa..
harap sahabat2 dapat membantu...
(^_^)
alhamdulillah..Allah memberi sy ruang dan kesempatan utk membina blog ini..
tujuan terciptanya blog ini bukan lah sekadar utk menunjuk-nunjuk, ataupun utk menghabiskan masa..tapi sebagai salah satu ruang atau medan utk kita sama2 berkongsi pengetahuan di atas bumi Tuhan ini, Insyaallah...
saya ini hanya makhluk Allah yg masih mencari-cari sinar dalam hidup ini..mencari di mana letaknya tangkai hati yang selalu tunduk dan patuh pada Allah, mencari sehampar iman yang sentiasa redha terhadap qada' dan qadarNya..
Insyaallah..
blog ini sebagai salah satu cara untuk saya dan sahabat2 sama2 belajar dan mengembara mencari kebenaran..
jadi, ringan2kan lah diri sahabat untuk berkongsi perkara2 yang baik,..untuk kita sama2 belajar dan bermuhasabah diri..syukran,..
oh, sebelum terlupa,..!
~MUHASABAH CINTA~ itu bukanlah bermaksud saya mencari cinta di sini...
emm..ya!! saya mencari cinta!!
Cinta pada Allah Maha Esa..
harap sahabat2 dapat membantu...
(^_^)
Subscribe to:
Posts (Atom)